Selama bertahun-tahun, pembangunan desa kerap dipahami sebagai proses top-down—kebijakan ditentukan dari atas, lalu dijalankan di bawah. Padahal, untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan, masyarakat desa tidak bisa hanya menjadi penerima program. Mereka harus menjadi pelaku utama, perencana, bahkan pengambil keputusan.
Inilah filosofi yang dipegang oleh Yayasan Peduli Desa Nusantara Madani (PEDE NUSANTARA MADANI) dalam setiap program pendampingannya. Sejak 2006, yayasan ini membangun pendekatan berbasis partisipasi, dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam menyusun rencana pembangunan desanya sendiri. Proses ini bukan hanya meningkatkan rasa memiliki, tetapi juga memperkuat kemandirian desa dalam jangka panjang.
Partisipasi masyarakat terlihat nyata dalam praktik penyusunan dokumen perencanaan seperti RPKP. Melalui diskusi kelompok, survei lapangan, dan musyawarah desa, warga dilibatkan dalam memetakan potensi dan masalah yang ada. Hasilnya bukan sekadar dokumen, tapi cermin aspirasi warga yang lebih mudah diimplementasikan karena dibangun dari kebutuhan riil.
Tak kalah penting adalah keterlibatan warga dalam evaluasi program. Melalui pendekatan seperti Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), masyarakat diberi ruang untuk menilai sejauh mana program yang dijalankan membawa manfaat. Bahkan dalam evaluasi program CSR perusahaan, suara masyarakat menjadi indikator penting dalam mengukur keberhasilan.
Dengan partisipasi yang kuat, masyarakat menjadi lebih berdaya dan percaya diri. Mereka tak lagi bergantung sepenuhnya pada bantuan, tetapi mampu menciptakan solusi lokal yang sesuai dengan konteks wilayahnya. Di sinilah esensi pemberdayaan yang sesungguhnya: desa tumbuh karena kekuatannya sendiri, bukan karena digerakkan dari luar.
Pembangunan yang sejati tidak meminggirkan, melainkan melibatkan. Desa bukan objek perubahan, tetapi subjek utama yang punya suara, arah, dan masa depan. Lembaga seperti PEDE NUSANTARA MADANI hadir untuk memastikan suara itu didengar dan diwujudkan.